Minggu, 27 Mei 2012

ILMU BADI' FI BALAGHOH


AL-BALAGHAH: Ilmu Badi'

A. Hakikat Ilmu Badi’
Menurut leksikal: suatu ciptaan baru yang tidak ada contoh sebelumnya
Menurut terminologi: Suatu ilmu yang dengannya diketahui metode dan cara-cara yang ditetapkan untuk menghiasi kalimat dan memperindahnya setelah kalimat tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi dan telah jelas makna yang dikehendaki
Objek kajian ilmu badi’ adalah upaya memperindah bahasa baik pada tataran lafal (muhassinaat lafdziyyah) maupun makna (muhassinaat ma’nawiyyah)
Kalau ma’aani dan bayan membahas materi dan isinya, maka badi’ membahas dari aspek sifatnya.

rukyah

warung nyepit

Minggu, 13 Mei 2012

Dalam Cahaya Ilmu dan Tauhid Para Salaf


Penulis: Ummu Asma’
Muraja’ah: Ustadz Abu Sa’ad
Sebagian besar umat Islam sekarang ini hatinya merasa takut dan gemetar melihat kemajuan dan kecanggihan teknologi yang dimiliki orang kafir. Gentar akan kehebatan dan kejeniusan mereka dalam hal IPTEK. Memang betapa silau rasanya mata kita melihat gemerlap kemajuan mereka, dan hal itu seringkali menggelitik sebagian di antara kita untuk jatuh bangun berlari mengejar “ketertinggalan” kita dari mereka. Maka berlomba-lomba kita belajar ilmu teknologi, kedokteran, kesehatan, pertanian, siang dan malam. Sayangnya, banyak yang jadi berlebih-lebihan dan beranggapan bahwa kemuliaan Islam akan diraih dengan menguasai ilmu-ilmu tersebut. Benarkah demikian?

Sabtu, 12 Mei 2012

Puasa Tarwiyah dan Arafah

Puasa Arafah adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada hari Arafah yakni pada saat diberlangsungkannya wukuf di tanah Arafah tanggal 9 Dzulhijah oleh para jamaah haji. Wukuf di Arafah bisa dikatakan sebagai inti dari pada pelaksanaan ibadah haji. Karena itu puasa Arafah ini sangat dianjurkan bagi orang-orang yang tidak menjalankan ibadah haji. Adapun teknis pelaksanaannya mirip dengan puasa-puasa lainnya.
Keutamaan puasa Arafah ini seperti diriwayatkan dari Abu Qatadah Rahimahullah. Rasulullah SAW bersabda:
 صوم يوم عرفة يكفر سنتين ماضية ومستقبلة وصوم يوم عاشوراء يكفر سنة ماضية

Shalat Rebo Wekasan Dan Hadiyyah

Shalat Rebo Wekasan Dan Hadiyyah
     Hadratus Syeh M. Hasyim Asy’ari pernah menjawab pertanyaan orang tentang shalat Rebo Wekasan. inilah dokumen asli pertanyaan dan jawaban beliau atas pertanyaan cabang NU Sidoarjo, sebagaimana ditulis oleh KH Abdurrohman Nafis Lc. M.HI yang dimuat dalam AULA, 01 Januari 2012:
Mas’alah:
a.    Kados pundi hukumipun ngelampahi shalat rebo wulan Shafar, kasebat wonten ing kitab mujarobat lan ingkan kasebat wonten khir bab 18 ? (Bagaimana hukumnya menunaikan shalat pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar sebagaimana yang tertulis dalam kitab Mujarabat dan tersebut di akhir bab 18 sebagai berikut ?).
فائدة أخرى: ذكر بعض العارفين – من أهل الكشف والتمكين – أنه ينزل في كل سنة ثلاثمائة وعشرون ألفا من البليات، وكل ذلك في يوم الأربعاء الأخير من شهر صفر، فيكون ذلك اليوم أصعب أيام السنة كلها، فمن صلّى في ذلك اليوم أربع ركعات إلخ. فونفا ساهى فونفا أوون ؟ يعنى سنة فونفا حرام ؟ أفتونا أثابكم الله ؟.

Seri Kontra Wahabi (8): Cerdas Bermadzhab

Selektif dalam Bermadzhab
Mayoritas kaum Muslimin mengikuti pola bermadzhab dalam menjalankan kehidupan beragama sehari-hari. Di Indonesia, kaum Muslimin mengikuti madzhab al-Imam al-Syafi’i dalam bidang fiqih, madzhab Abu al-Hasan al-Asy’ari dalam bidang akidah dan madzhab Hujjatul Islam al-Ghazali dan Abu al-Hasan al-Syadzili dalam bidang tashawuf. Demikian seperti dijelaskan oleh Hadlratusysyaikh KH. Hasyim Asy’ari dalam Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah.

Seri Kontra Wahabi (7): Istighatsah & Tawassul

Hakekat Istighatsah dan Tawassul
Para ulama seperti al-Imam al-Hafizh Taqiyyuddin al-Subki menegaskan bahwa tawassul, istisyfa’, istighatsah, isti’anah, tajawwuh dan tawajjuh, memiliki makna dan hakekat yang sama. Mereka mendefinisikan tawassul -dan istilah-istilah lain yang sama- dengan definisi sebagai berikut:
“Memohon datangnya manfaat (kebaikan) atau terhindarnya bahaya (keburukan) kepada Allah dengan menyebut nama seorang nabi atau wali untuk memuliakan (ikram) keduanya”. (Al-Hafizh al-’Abdari, al-Syarh al-Qawim, hal. 378).

Seri Kontra Wahabi (6): Menurut Asy-Syathibi

Tanda-Tanda Aliran Sesat
Pada beberapa waktu yang lalu, Majlis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang sesatnya aliran Ahmadiyah. Terdapat sekian banyak dalil yang diajukan oleh MUI sebagai bukti-bukti kesesatan Ahmadiyah. Dalam sebuah pertemuan di Surabaya saya mengemukakan bahwa aliran Wahhabi atau Salafi juga termasuk aliran sesat. Mendengar pernyataan ini salah seorang peserta diskusi mengajukan pertanyaan, apa bukti-bukti atau dalil-dalil kesesatan Wahhabi?
Menjawab pertanyaan tersebut, saya menjelaskan, bahwa al-Imam Abu Ishaq Asy-Syathibi telah menguraikan dalam kitabnya, al-I’tisham tentang tanda-tanda ahli bid’ah atau aliran sesat. Menurut beliau ada dua macam tanda-tanda aliran sesat. (1) tanda-tanda terperinci, yang telah diuraikan oleh para ulama dalam kitab-kitab yang menerangkan tentang sekte-sekte dalam Islam seperti al-Milal wa al-Nihal, al-Farq bayna al-Firaq dan lain-lain. (2) tanda-tanda umum. Menurut Asy-Syathibi, secara umum tanda-tanda aliran sesat itu ada tiga.

Seri Kontra Wahabi (5): Bukan Ahlussunnah

Mereka Golongan Khawarij
Mayoritas umat Islam meyakini bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah itu pengikut madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi. Tetapi tidak sedikit pula yang berasumsi bahwa aliran Wahhabi juga masuk dalam golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Padahal menurut para ulama yang otoritatif di kalangan Sunni, aliran Wahhabi itu tergolong Khawarij, bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah.

Seri Kontra Wahabi (4): Otoritas Ulama

Sumber Liberalisme
Pada tahun 2009, saya terlibat perdebatan sengit di Surabaya dengan seorang tokoh Salafi dari Malang, berinisial AH. Di bagian awal buku yang dipromosikannya pada waktu itu, ia menulis, bahwa madzhab al-Asy’ari merupakan sumber pemikiran liberal. Saya merasa heran dengan asumsi murahan AH yang mengatakan bahwa pemikiran liberal sumbernya dari madzhab al-Asy’ari. Logika dan paradigma apa yang dijadikan barometer untuk menilai madzhab al-Asy’ari sebagai sumber ajaran liberal.
Seandainya ada seseorang berpendapat bahwa ajaran Islam itu sumber kejahatan pencurian dan perzinahan, karena ia melihat dalam kitab-kitab tafsir ada beberapa ayat yang turun berkaitan dengan sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam yang mencuri dan berzina, apakah AH akan menerima logika berpikir seperti ini? Tentu saja dia tidak akan menerima.

Jumat, 11 Mei 2012

Seri Kontra Wahabi (3): Bid‘ah Hasanah

Bid’ah Hasanah dan Dalilnya
Bid’ah hasanah adalah persoalan yang tidak pernah selesai dibicarakan. Hal ini di samping karena banyak inovasi amaliah kaum Muslimin yang tercover dalam bingkai bid’ah hasanah, juga karena adanya kelompok minoritas umat Islam yang sangat kencang menyuarakan tidak adanya bid’ah hasanah dalam Islam. Akhirnya kontroversi bid’ah hasanah ini selalu menjadi aktual untuk dikaji dan dibicarakan. Toh walaupun sebenarnya khilafiyah tentang pembagian bid’ah menjadi dua, antara bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah, tidak perlu terjadi. Karena di samping dalil-dalil Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang menunjukkan adanya bid’ah hasanah cukup banyak dan sangat kuat, juga karena konsep bid’ah hasanah telah diakui sejak generasi sahabat pada masa Khulafaur Rasyidin. Namun apa boleh dikata, kelompok yang anti bid’ah hasanah tidak pernah bosan dan lelah untuk membicarakannya.

Seri Kontra Wahabi (2): Allah Maha Suci

Allah Ada tanpa Tempat
Keyakinan yang paling mendasar setiap Muslim adalah meyakini bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala Maha Sempurna dan Maha Suci dari segala kekurangan. Allah subhanahu wa ta‘ala Maha Suci dari menyerupai makhluk-Nya. Allah subhanahu wa ta‘ala juga Maha Suci dari tempat dan arah.  Allah subhanahu wa ta‘ala ada tanpa tempat. Demikian keyakinan yang paling mendasar setiap Muslim Ahlussunnah Wal-Jama’ah.  Dalam ilmu akidah atau teologi, keyakinan semacam ini dibahasakan, bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala memiliki sifat Mukhalafatuhu lil-Hawaditsi, yaitu Allah subhanahu wa ta‘ala wajib tidak menyerupai makhluk-Nya.
Ada sebuah dialog yang unik antara seorang Muslim Sunni yang meyakini Allah subhanahu wa ta‘ala ada tanpa tempat, dengan seorang Wahhabi yang berkeyakinan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala bertempat. Wahhabi berkata: “Kamu ada pada suatu tempat. Aku ada pada suatu tempat. Berarti setiap sesuatu yang ada, pasti ada tempatnya. Kalau kamu berkata, Allah ada tanpa tempat, berarti kamu berpendapat Allah tidak ada.” Sunni menjawab; “Sekarang saya akan bertanya kepada Anda: “Bukankah Allah telah ada tanpa tempat sebelum diciptakannya tempat?” Wahhabi menjawab: “Betul, Allah ada tanpa tempat sebelum terciptanya tempat.” Sunni berkata: “Kalau memang wujudnya Allah tanpa tempat sebelum terciptanya tempat itu rasional, berarti rasional pula dikatakan, Allah ada tanpa tempat setelah terciptanya tempat. Mengatakan Allah ada tanpa tempat, tidak berarti menafikan wujudnya Allah.”

Seri Kontra Wahabi (1): Ngalap Barokah

Dialog Publik di Masjidil Haram
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin–ulama Wahhabi kontemporer di Saudi Arabia yang sangat populer dan kharismatik-, mempunyai seorang guru yang sangat alim dan kharismatik di kalangan kaum Wahhabi, yaitu Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di. Ia dikenal dengan julukan Syaikh Ibnu Sa’di. Ia memiliki banyak karangan, di antaranya yang paling populer adalah karyanya yang berjudul, Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, kitab tafsir setebal 5 jilid, yang mengikuti paradigma pemikiran Wahhabi. Tafsir ini di kalangan Wahhabi menyamai kedudukan Tafsir al-Jalalain di kalangan kaum Sunni.
Syaikh Ibnu Sa’di dikenal sebagai ulama Wahhabi yang ekstrem. Namun demikian, terkadang ia mudah insyaf dan mau mengikuti kebenaran, dari manapun kebenaran itu datangnya.
Suatu ketika, al-Imam al-Sayyid ‘Alwi bin Abbas al-Maliki al-Hasani (ayahanda al-Sayyid Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki) sedang duduk-duduk di serambi Masjidil Haram bersama murid-muridnya dalam halaqah pengajiannya. Di bagian lain serambi Masjidil Haram tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di juga duduk-duduk bersama anak buahnya. Sementara orang-orang di Masjidil Haram sedang larut dalam ibadah. Ada yang shalat dan ada pula yang thawaf. Pada saat itu, langit di atas Masjidil Haram diselimuti mendung tebal yang menggelantung. Sepertinya sebentar lagi hujan lebat akan segera mengguyur tanah suci umat Islam itu.
Tiba-tiba air hujan itu pun turun dengan lebatnya. Akibatnya, saluran air di atas Ka’bah mengalirkan air hujan itu dengan derasnya. Melihat air begitu deras dari saluran air di atas kiblat kaum Muslimin yang berbentuk kubus itu, orang-orang Hijaz seperti kebiasaan mereka, segera berhamburan menuju saluran itu dan mengambil air tersebut. Air itu mereka tuangkan ke baju dan tubuh mereka, dengan harapan mendapatkan berkah dari air itu.

Kamis, 10 Mei 2012

NU & PANCASILA

Oleh: Einar M. Sitompul
A. Bangkitnya Ulama 
Ketika NU bergabung di dalam PPP sebenarnya boleh dinilai bahwa NU telah kembali menjadi organisasi keagamaan karena PPP sudah menjadi wadah kegiatan politiknya. Tetapi ini hanya penilaian saja sebab NU belum melakukan pemulihan itu secara tuntas. Rupanya perhatian NU lebih tercurah kepada kegiatan politik melalui PPP. Upaya untuk menjernihkan status NU setelah bergabung dalam PPP baru dilakukan oleh NU dalam Muktamar XXVI 1979 di Semarang. Inilah muktamar pertama dan terakhir bagi NU setelah bergabung dalam PPP dan terlihat pula betapa lama jarak waktunya dengan muktamar XXV 1971. Sudah tentu NU sebagai organisasi keagamaan tidak intensif lagi mengikuti perkembangan politik dan menilainya dari sudut pemikiran keagamaan. Muktamar 1979 sudah menegaskan agar NU kembali kepada Khittah 1926, kembali menjadi organisasi keagamaan.(1) Hal ini didorong oleh perjalanan sejarah NU sebagai partai politik yang penuh dengah kekecewaan.(2) 

WAKTU PEMBAYARAN ZAKAT FITRAH

        oleh: KHMA.Sahal Mahfud
Meskipun merupakan ibadah tersendiri, tetapi zakat fitrah tidak mungkin dilepaskan hubungannya dan rangkaiannya dengan Ramadhan. Bukti paling jelas dalam hal itu adalah bahwa zakat fitrah wajib ditunaikan menyusul selesainya bulan Ramadhan. Disamping itu, salah satu fungsi zakat fitrah adalah untuk menyempurnakan ibadah puasa. Idealnya selama berpuasa kita menjaga anggota badan dari perbuatan dosa. Jika maksiat mengurangi kesempurnaan puasa, maka zakat fitrah menutupi kekurangan itu. Lagi pula, dengan berpuasa diharapkan tumbuh empati dan kepedulian terhadap orang tidak mampu. Zakat fitrah adalah salah satu langkah awal pengejawantahan kepedulian itu, yang perlu ditindaklanjuti pada masa selanjutnya. (Al-Fiqh Al-Islami: II, 921).
       Zakat fitrah adalah salah satu dari jenis zakat yang dalam rukun Iaslam terdapat dalam urutan ketiga, sesudah syahadat dan shalat, dan disusul puasa Ramadhan dan haji. Ketentuan umum zakat juga berlaku pada zakat fitrah. Tetapi zakat fitrah juga punya ciri-ciri (spisifik) sendiri, diantaranya bahwa ia berlaku umum, tidak hanya untuk kalangan kaya raya saja.
      Kewajiban zakat fitrah belaku bagi setiap pribadi yang berkesampatan menemui Ramadhan dan Idul Fitri, sesedikit aapun kesempatan itu diterimnya. Karena dalam sistem penanggalan (kalender) hijriyah peralihan hari terjadi pada saat matahari sempurna terbenam. Maka dapat kita rumuskan mereka yang telah atau masih hidup sekian detik menjelang Maghrib hari terahir Ramadhan dan masih hidup sekian detik sesudahnya, dengan sendirinya terkena kewajiban zakat fitrah. Laki-laki maupun perempuan, tua muda (bahkan bayi baru lahir) , sehat atau sakit terkena kewajiban zakat, selagi mempunyai kelebihan dari yang dibutuhkan dirinya beserta orang yang ditanggung nafkahnya. Mereka yang tidak punya sumber pendapatan sendiri (seperti anak-anak), kewajiban zakatnya ditunaikan oleh penanggung nafkahnya (atau kepala keluarga dalam sistem sosial kita).
       Sebuah hadits riwayat Bukhari menyampaikan kesimpulan bahwa besaran zakat fitrah adalah 1 (satu) sha’ bahan makanan pokok setempat. Dalam konteks Indonesia, itu berarti sekitar dua setengah (2.5) kilogram baras per orang.Kewajiban ini sebetulnya mulai berlaku setelah masuk waktu Idul Fitri (Maghrib hari terahir Ramadhan), karena pada waktu itulah dapat dipastikan apakah seseorang terkena kewajiban zakat atau tidak (karena sudah meninggal menjelang Maghrib, misalnya). Tetapi kita tidak harus menunggu malam lebaran tiba untuk menunaikan zakat. Kepada kita diberikan masa ta’jil (membayar sebelum jatuh tempo) yang dimulai sejak masuknya bulan Ramadhan.
       Jadi, terserah pada anda, apakah akan menunaikannya pada awal, pertengahan, akhir, atau waktu manapun dalam bulan Ramadhan. Hanya saja, patut dipertimbangkan bahwa zakat fitrah disyariatkan dengan maksud utaama agar kaum fakir maupun miskin memiliki cukup makanan pada hari raya, sebgaimana himbauan Rasulillah:
(( أُغْنُوْهُمْ عَنِ الطَّوَافِ فِى هَذَا اليَوْمِ )) [رواه النسائي]
       Artinya: “Berilah mereka kecukupan, hingga mereka terhindar berkeliling kesana-kemari (dari meminta-minta)”.
       Artinya, lebih utama mendekatkan pelaksanaan zakat pada hari raya, tepatnya setelah Shubuh sebelum shalat Idul Fitri, karena hal itu akan lebih tepat guna. Pembayaran zakat setelah shalat sampai matahari terbenam hukumnya makruh. Jika diundur lagi setelah Maghrib hukumnya haram kecuali ada udzur. Tetapi hukum makruh dan haram itu hanya berlaku pada tindak penundaanya. Kewajiban zakatnya sendiri tetap ada sampai tunai dibayarkan. (Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah: I, 628 – 629).

RIWAYAT LAHIRNYA NAHDLOTUL 'ULAMA'

Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ Lahir
Setelah kaum Wahabi melalui pemberontakan yang mereka lakukan pada tahun 1925 berhasil menguasai seluruh daerah Hejaz, maka mereka mengubah nama negeri Hejaz dengan nama Saudi Arabia. Dengan dukungan sepenuhnya dari raja mereka yang pertama, Ibnu Sa’ud, mereka mengadakan perombakan-perombakan secara radikal terhadap tata cara kehidupan masyarakat. Tata kehidupan keagamaan, mereka sesuaikan dengan tata cara yang dianut oleh golongan Wahabi, yang antara lain adalah ingin melenyapkan semua batu nisan kuburan dan meratakannya dengan tanah.

Book - The Book of Jurisprudence Qaeda from four schools


A. PreliminaryStarting from an accident and becomes a popular thing so that gave birth to many great works and produce thousands of new methods in its development. H In the fourth century of efforts penkodifikasian rules of fiqh began after a previous study mengeliat fiqh rules only small insertions are scattered in the books of fiqh, because thanks to the sincerity of clerics schools of fiqh rules are able to complete self-discipline with the methodology ..

 
Abu Hasan al-Hanafi scholars are Karakhi a first pelonching accounting principles in the book of fiqh itself. Al Karakhi who named his book is a treatise al-Karakhi pensuport subsequent scholars to record the rules of fiqh.Below is a catalog of the books of fiqh rules as well as profiles of the various schools of thought and systematic writing.
 
B. Rule books of Fiqh Hanafis1 .. Ta'sis al-NazharAuthor of this book is Abu Zayd al Dabbusi (d. 430 H). It contains eight chapters and each chapter contains several al-ashlu, either in the form dlabith or rules, and every one al ashlu load a variety of examples and problems which have similarities to the character and the law (nadhoir). If the count, all al ashlu contained in this book amounts to approximately 80 range. In addition to mentioning the issues that fall into one of al-ashlu, he also put a different opinion with al-ashlu shown previously. Both the internal differences ulama 'Hanafi school, the difference between the school and the Hanafi school of Maliki, Hanafi and Shafi'i or between. here is one of the features of this book, could summarize the opinion of the school traffic in almost all the content of the rule.
2. Treatise al-Karakhi
        
This book was written by al-Karakhi, contains 17 rules amounted to 39 kaidah.dalam his book al-Karakhi is wearing only one term, yani "al-ashlu" both to designate the rule, dlabith, or guidelines for clergy bermadzhab Hanafiyyah, so it's Abu Tahir al-Dabbas and plus other rules belonging to al-Karakhi no distinction between the rules, dlabith, as well as guidelines for schools
3. Al-FuruqThe author was As'ad ibn Muhammad ibn al-Hasan al Karabisy (d. 570 H). As the name suggests, this book specifically addresses furuqyiyah differences or differences in fiqh issues. al Karabisy compiled this book in the order books of fiqh.

4. Treatise Sharh al KarakhiWritten by Najm al-Din al Nasafi (d. 537 H) and in particular to comment on and review the rules contained in the Proceedings of al Karhi. Any one who wrote al Karhi kadah briefed and accompanied by al Nasafi examples.
 
5 .. Al-Asybah wa al-Nazha'ir
   
This book was written by Zainuddin bin Ibrahim (d. 980 h), the methodology of writing the work of Ibn al-asybah Nujaym is almost like the al-al-nazhair asybah wa al-Suyuti. This famous book that consists of seven fan (part): the first about the rules of fiqh; both dlabith fiqh; three methods to know the similarities and differences of terms; fourth discusses algahaz; fifth of the al-hiyal; sixth of the issues that have similarities and karektarestik law with each other's differences; seventh Imam Hanafi load profile and all its Ashhab from time to time. The specialty of this book, he always mentions fiqh chapters are included in each rule along with examples.
6. Talqih al uqul fi furuq manqulThe book is dropped into the bin Ahmad bin Ibrahim al-Abdillah Mahbubi (d. 630 H). And specifically examines furuqqiyyah. He was stringing every any discussion in accordance with the following sequence of chapters of fiqh
7. Ghamz uyun al-basha'ir
   
The writer is Ahmad ibn Muhammad al-Hamawi (d. 1098 h). This book is the book of al-Sharh wa al-nazhair asybah Ibn Nujaym. And is the largest of four syrah special jilid.secara this book unravel and explain the content of the book of al-wa Asybah Ibn al-Nazha'ir Nujaym.
8. Majami 'al-haqa'iq
   
This book was written by Abu Muhammad Sa'id al-Khadimi (d. 1176 H) is a scholar 'Turkish-born. 1504 contained in the book is written according to the rules of fiqh and unfortunately hijaiyyah.Tapi sequence of letters in written brief without being stripped of meaning.
   
.
9. Ittihaf Abshar wa al-al-bashar'ir fi al-asybah tabwib wa al-nazha'ir
   
Written by Abi Muhammad al-Fatih a mufti Iskandariyyah and projected for the content of the book review and mengklarafasikan asybah wa al-Ibn al-nazha'ir Nujaym.10. Al-tahqiq al-bahrir
   
Written by Muhammad ibn Muhammad al-Hibbatullah Taji (d. 1224 h) and is one of the biggest book of the book Sharh al-wa asybah Ibn al-nazha'ir Nujaym, consisting of 6 jilid.Menurut count Abdullah al-Sya'lani amounted to 2004 pages.11. Majallah al-Ahkam al-ad-liyyah
   
In general, the writing of the book is tailored to the system by following the sequence number fiqh chapters, and contains about 1851 articles. The book is organized collectively by the scholars' Hanafi in the year 1286 H.12. Al-fara'id bahiyyah fi al-al-al-fawa'id qawa'id wa al-Fiqhiyyah
   
This book was written by Mahmud Hamza (d. 1305 H), the book summarizes the various rules ushuliyyah, Fiqhiyyah rules, and dlabit-dlabit fiqh chapters arranged in order of fiqh. This book contains 243 rules, plus a study-dlabith dlabith and little notes that the numbers are even more in number than the content of the rule.
13. Al-fara'id al-bahiyyah
   
Book of the work of Mahmud Hamza (d. 1305 H) This summary form so that it looks small and practical. This book was written and arranged in order of conceptual chapters of fiqh. Each discussion is always preceded by the prefix tekstualis articulation, then the argument principle, and concludes with a description of the furu 'rule.14. Sharh al-Majallah
   
The book is a work of Khalid Muhammad and Muhammad al-Tahir al athasi-Athasi, and consists of six large volumes. The book is from the book Sharh al-Ahkam Majallah. However, the six volumes of the book is only the first volume which intensively parse rules Fiqhiyyah problems, while remaining more issues to discuss rules and laws ushuliyyah furu'iyyah.15. Sharh al-Majallah
   
Written by Baz Rustam Sulayman, the book rarely found in large libraries, and halamnya reach 1288 pages thick. While the content of the rule simply follow what is in the al-Ahkam Majallah.16. Hukkam Durar al-Sharh al-Ahkam Majallah
   
Written by Dr. Ali Haydar (d. 1353 H), this book is one of the book Sharh al-Ahkam Majallah and contains the rules of fiqh according to the content of the book of its parent. At first it was written preformance dispersion language, but now it diterjemahkn into Arabic by Fahmi al-Husayni.17. Al-Sharh al-Fiqhiyyah qawa'id
   
Written by Ahmad ibn Muhammad al-Zarqa (d. 1357 H). The book is a special feature content of the book of al-Ahkam Majallah and rated as one of the best among Sharh Sharh al-Ahkam Majallah lainnya.kandungan parse the rule only rules that are al-Ahkam adalam mjallah.18. Al-madkhal fiqhi al-al-'am
  
Written by Dr. Ahmad ibn Mustafa al-Zarqa '. The book is also a book Sharh of al-akam Majallah. This book was written in three volumes, and review the rules contained in the third volume. Description of fiqh rules on generally makes a very compact and comes with a review of the problem furu'iyyah, dlabith Fiqhiyyah, and rules ushuliyyah. The rules are covered in this book amounted to 31 pieces and arranged in order of chapters hijaiyyah. While the total number reached 130 units.
C. The books of Maliki madhhabA. Al-NazhairThis book was written by Abdul Wahhab Al Baghdady Qodli (d. 422 H), he was the first scholar who wrote the rule book of Maliki fiqh schools. The book is specifically examine the problems that have similarities Fiqhiyyah legal character. The book is very unique, because the author's name is not listed on the cover of the book is still in the form of manuscripts that have not been in print.Another uniqueness of this book are written in terms of the rule. If other authors include one dlabith or a rule to examine various issues, then Abdul Wahhab did not. He started every single rule with a specific theme, kemudiatema laws were developed in each chapter of fiqh.2. Anwar al-buruq anwa fi 'al-furuqIt's one of the most popular book among the Maliki madhhab. Written by ahmad ibn idris syihabudin al-qarafi (w.648 h), contains 548 rules with a slick design, clear, and easy to read, although not systematically arranged. It includes basic rules, rules usulhiyyah, furu'iyyah rules, and rules lughowiyyah. Examples of rules ushuliyyah study of 'illat and conditions, fatwa and legal, as well as about taklifi khitab and khitab wadl'i, or rules bay' and qardl, milk and tasarruf, and so forth.
3. Idrar ala al-syuruq anwa 'al-furuqThis is from the book Sharh al anwar anwa buruq fi 'al furuq, the work of al Karrafi. Written by Sirojuddin Abdillah bin Qasim al Ansari (d. 723 H) the book is well received by the intellectuals of his time because the book contained an explanation and correction of various things which are written in al furuq Qarrafi al.4. Qawaid Mukhtasar al-QarrafiThe book is a marginal note (hamisyi) from the book of al furuq Abdillah written by Abu Muhammad bin Ibrahim al Baqurii (d. 707 H). He was sorting out the rules that were written al Karrafi appropriate field of study respectively. For example, given a portion tersediri Fiqhiyyah rules, as well as with rules and norms lughowiyyah ushuliyyah. Thus the systematic writing of al furuq that tend to random and not well organized, through this book to be more neat and readable.5. Mukhtasar anwar al buruqThe book is also a summary of Anwar al buruq anwa fi 'al furuq's al Qarrafi. The author is Abi Abdillah Shamsuddin Muhammad al Rubu '. The book is not yet in general circulation. And manuscripts can be found in the library of Al Azhar in Cairo.6. Al-Qawaid and 'man Amalu Thabba liman HabbaTwo of the book was written by Abu Muhammad bin Muhammad bin Abdillah Ahmad Al Maqqari (wafaf 758 H). The first book contains about one thousand two hundred rules and arranged in order of chapters of fiqh. Rules contained in this book are generally not accompanied by a basis for decision arguments, and also had a long editorial. The book is indeed more intense review the furu 'madhhab Maliki, especially in matters khilafiyyah. This book also includes cross-study schools err. This comparative study that has added value to this book.Book two, divided by al maqarri in four parts. The most interesting is the second part examines the issue Fiqhiyyah of 500 problems, and the third part which contains 200 rules Fiqhiyyah. Unfortunately the 200 rule was briefly studied without example, and not systematically arranged.7. Al qawanin al FiqhiyyahWritten by Muhammad ibn Ahmad Aljizi (d. 741 H). includes the formulation of law and the Maliki schools of thought as well as notes regarding the formulation of fiqh madhhab Maliki, Shafi'i, and Hanbali. Model the writing is first mentioned madzahab Maliki, then strung together with the opinions of three other schools. A somewhat unique is the inclusion of the book contains ten chapters that review of monotheism in the beginning. And the final part of this book contains the history and stories of leaders, as well as the study of science adab. The specialty of this book lies in the stimulus items times the author mentions the use of questions and different answers.
8. Al-mudzahhab Dlabit qawa'id fi al-madhhab
   
Abdillah was written by Abu Muhammad bin Ahmad (d. 889 H), this is the only book authored Maliki madhhab in the 9th century Hijriyyah.sayangnya this book has not been in print and is still a script documentation.
9. Al-Manhaj al-almuntakhab
   
Written by Abu al-Hasan Ali ibn al-Qasim Ziqaq (d. 912 H) was written in the form nazhom and specifically examine the collection of rules of Imam Malik. The total number reaching 437 couplet.10. Ila al-masalik Idlah qawa'id imam al-malik and iddat buruq talkhis fi ma fi al-madhhab al-jumu min 'wa al-furu'
   
Two of the book was written by Abu al-Abbas Ahmad ibn Yahya al-Wansyarisi (d. 914 H). Book of the first printed in one volume. The rules contained in this book were written at random and scattered in different pages, even many of them written in a tone of the question. He has not sort out the basic principles and ushuliyyah Fiqhiyyah. Rules contained in this book as a whole amounted to 118.
            
The second book that examines furu'iyyah Things are completely and thoroughly. And systematically arranged in order of chapters of fiqh.11. Al-potent 'ala al-al-muntakhab manhaj
           
Written by Abu al-Abbas Ahmad ibn Ali al-potent (d. 995 H). The book is a syrah from the al-manhaj nazham muntakhab by Abu al-al-al-Ziqaq Zasa. To review the rules in this small nadzam, he adopted many of the content of the book of al-al-Maqqari qawa'id work, al-furu 'al-Qarrafi work, as well as the al-al-Wansyarisi masalik work. Which is the third book by him in reference to review the rules of fiqh in this book.12. Al-nur al-muqtabas Anas bin malik fi qawa'id
   
This book is the essence of the book idlah al-al-Wansyarisi masalik work, and written by his son Abdul Wahid (d. 955 H). Unfortunately this book has not been printed and one of the original manuscripts arriving in Madrid, Spain.13. Al-kulliyyat
   
This book was written by Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad al-Miknasi or commonly called Ibn Gazhi (d. 919 H). Although not yet officially printed but the book is mostly found diperpustakaan Arab and North Africa.
14. Takmilah al-al-muntakhab manhaj
   
Written by Muhammad ibn Ahmad ash Abdillah Mayyarah (d. 1072 H) and a complement of nazham manhaj al-al-Ziqaq muntakhab work. In this book there are 671 bait.dengan so biliau recorded as the only scholars who do the addition and modification of the rules of fiqh nazham.
15. Furu'wa Tahdheeb al-al-al-Saniyyah fawa'id alasrara fi-Fiqhiyyah
   
Written by Muhammad Ali bin Husayn (d. 1367 H), the book is intended to correct the reconstructed contents plus al-furu 'al-Qarafi. He is in the writing of this book follows metedologi Syath used in Sharh Ibn al-suruq idrar who also criticized al-furu ', as well as doing embroidery on the lack of al-furu' which the critic Ibn Syath. Not surprisingly, all three texts of this book (al-furu 'al-Kaafi, idrar al-suru' by Ibn Syath, Tahdheeb al-furu 'by Muhammad Ali), then printed together in one package, because these are integral unity that is not can be separated. Therefore, in our study should, study the three to avoid mistakes and to be able to get a conclusion or conclusions of law are satisfactory.16. Al-yawaqit tsamimah al-alim fi al-madina nidzam
   
Written by Abu al-Hasan Ali bin Abdul Wahid al-Ansari in nazham. Pe-nadzam it's none other than his attempt to make it easier for readers to browse through the rules of fiqh Imam Malik.meskipun nazham form, this book is very thick and reaches approximately 14 708 pages.17. Qawa'id al-imam malik
  
The book in the form nadzam written by Abu Muhammad ibn Yusuf ibn al-Abdirrahman Musjini and specifically examine the collection of rules of fiqh of Imam Malik. While writing a lot of follow systematic way in which the al-al-idlah Wansyarisi in masalik. And consists of 83 nadzham, and the many pages of this book is now numbered 1723 halaman.hingga manuscript has not been printed, and can be found in some libraries in the Arab world.18. Al-nazha'ir al-Fiqhiyyah
   
The author is Muhammad ibn al-Miknasi Abdun. The book is specifically examine the problems al-al-Fiqhiyyah nazha'ir. The book is not printed and reached 14 862 pages thick.
D. The books of Shafi'i madhhabA. Al FuruqAuthor of this book is fair bin Muhammad bin Yusuf al Juwayni Abdillah (d. 438 H) who is first author of the book of Shafi'i madhhab fiqh rules. This book specifically addresses issues furuqiyyah (perbedaab-term differences in fiqh), he examines the science furuq at the beginning of his book, along with the principle difference between the various problems that have similarities, and then forwarded to the review of issues surrounding the differences ushuliyah, then enter on the subject of the matter furuqiyyah.2. Al FuruqAuthor of this book is Abu al-Abbas Ahmad ibn Muhammad al Jurjani (d. 482 H). He also reviewed the problems furuqiyyah Shafi in the book by following the model of writing in order of chapters of Fiqh, besides the insertion of a few important notes in each study.
3. Qawa'id fi al-furu 'al-syafi'iyyahAuthor of this book is Abu Hamid Muhammad ibn Ibrahim al-Jajurmi (d. 613 H). This book has received rave reviews from scholars' and students, especially in the life of the pengarang.kitab was still a manuscript and not printed.4. Takhrij al-furu 'ala al-usulThe author of this book is Abu al-Mahmud al-Manaqib Syihabuddin Zanzani (d. 656 H). Model writing the rules in this book always begins with the mention of a rule is accompanied by metedologi istinbath (usul fiqh) of the two founders of schools, the Shafi'i and Hanafi, then mentioned as furu 'Fiqhiyyah which includes coverage of the relevant rules.5. Qawaid ahkam fi al-al-anam mashalihWritten by Izzuddin bin Abd as-Salam (d. 660 h), an expert in fiqh usul, usul, Arabic grammar, and interpretation of the Shafi'i madhhab. In this book, he marangkum Fiqhiyyah all problems in just one 'patron' basis, ie i'tibar mashalih wa al-dar 'al-mafasid. The book was deliberately written by him to review the main purpose of which, according to Shari'a bliau contained only a single principle, namely the welfare of the people with joy mengcapai prinsif tahshil base and dar al-mashalil 'al-mafasid or commonly referred to jalb mashalil wa dar' al -mafasid (reaching for the benefit and resist damage).
6. Al Asybah wa al NadhairWritten by Muhammad ibn Umar Shadruddin or called Ibn Deputy (d. 716 H). This book is the first book of rules, named al-Asybah wa al-Nazha'ir and reviewing the rules of fiqh are extracted directly from a variety of issues that have the same character Fiqhiyyah and law.7. Al FAWAID Al jassam Ala ibn abd al-Salam QawaidUmar bin Al Bulqini Ruslan (Died 805 AH) is the author of this book. This book is the book Sharh of Al Qawaid Al Ahkam work Izzuddin bin abd al Salam.syarah This includes the critical peel as well as systematic in-Ahkam qawa'id al. He usually started each problem by first writing the original manuscript Izzuddin. Then forwarded to the responses about the article, the responses can be referred to the form of annotations, notes, corrections, and even criticism of the opinion Izzuddin.8. Al Majmu 'Al Mudzahhab fi Qawaid schools and Al Al Al Nadhair Ashibah wa fi Furu' al-Fiqh As Shafi'i.Two of the book was written by Kay Kaylili Salahuddin bin Kholil Ala'i (d. 761 H). He gave a lot of additional notes to Ibn Al Asyibah Vice, and organize them in a very systematic, specific to the rules contained in the book Al Majmu 'Al Mudzahhab by his chosen medium in three main media: the five basic rules, the rules usul, and fiqh rules.9.al Asybah wa-al-Nadho'irThe author is Tajuddin bin Ali bin Abdul Wahab Abdul Al Kafi Al Subuki (d. 771 H). The book is intended to modify the content of the work of Ibn Asyibah wan Nadhoir Vice. He was sort of this book into the following chapters, the first chapter the basic principles, the second chapter contains the rules of the furu 'in the various chapters of fiqh, the third chapter of the rules in this chapter only masukl fiqh, the fourth study the problems that gave rise kalamiah furu '-furu' Fiqhiyyah, five-question discussion of the issue of containing furu' ushuliyyah-furu 'Fiqhiyyah, the sixth chapter of terms around the arab or the rules of the principle of equality has nahwuyang dengn Fiqhiyyah rules, the seventh chapter of the cause- cause of differences of opinion among the jurists' arguments and their basis of each opinion and concrete examples, the eighth, the discussion of the various principles Fiqhiyyah very detailed and almost complete, as a complete study of the nature of dhimma, dhobith, about khul'a or review about Al Last ghaz.bagian is divided in the norms, faidah, dlobith, or chapter.10. Nuz-hat al-Riyadh and stayed there nawazhir fi al-nazhar-ir and mathali 'al-Tahrir al-daqa'iq fi al-fawariq jawami'waTwo of the book was written by Jamaluddin al-Hasan ibn Abdurrahim al-isnawi (w 772 h). The book's first section includes various problems nazha'ir initially, and at the end to review the issue of fiqh in the review of different aspects and persamaaanya, this method is The new approach that has never existed before.And a second book, he attempts to explain each of the two problems at once Fiqhiyyah and two aspects, aspects of the equation (jami ') and a point of difference (Fari'), by explaining the background of the problem, then temunya point, as well as the two principal differences. This book was compiled by him in order of the chapters of fiqh, plus a cautionary note about Fiqhiyyah.11. Al-mantsur fi al-qawa'idWritten by muhammad al-Zarkasyi Badruddin (d. 794. H), writing style rule in the book is in the order letter hijaiyyah. Therein contained various rules of fiqh, illat law, dlabith, until the details of the problem with belbagai altikulasi Fiqhiyyah a very wide and with a sisitematis writing.12. Al-qawaidSharif al-din al-Ghazi isa (d. 799 H) is the author of the book contains many ini.didalamnya fiqh rules with exceptions, exclusions, and additional studies on alghaz-owned al-Asnawi equipped by al-Ghazi.13. Al-Asybah wa al-Nazha'ir
   
Books written by Umar ibn Ali or commonly known as Ibn Mulaqqan (d. 804 H) was adjusted to a sequence of writing this book is the chapter fiqh.penulisan modifications to the work of Ibn al-Asybah deputy and al-al-Ala'i Mudzahab work.
14. Al-asybah wa al-Nazhair fi al-furu '
 
Jalaludin book was written by Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Abi Bakr al-Suyuti (w 911 H). In this book he is assembling a variety of rules, dlabith, nazhair, until the details of other problems with the classification of a very systematic and easy to digest. The concept of writing as-Suyuti version into three major groups, namely the rules that have a fairly complete medium (al-al-kubro qawa'id), the rules that contain range furu 'majority (al-al-Aghlabids qawa'id ), the rules are still disputed (al-al-mukhtalaf qawa'id FIHA). Make this book a special book with one of the best writing of his day sitematika.
15. Al-fara'id al-bahiyyah
  
Written by abu al-Qasim fuel binabi ahdal al-al-Yamani (d. 1035 H). Book of verse is a summary of al-nazham Asybah Nazha'ir wa al-al-Suyuti.16. Al-i'tinak fi al-farq wa al-istitsna '
   
Written by Badr al-Din Muhammad ibn Abi Bakr ibn Sulayman al-Bakri. 600 contains rules and arranged in order of chapters of fiqh. The book is completed in writing in the year 1062 H.
17. Al-Sharh al-khams qawa'id
   
The author is Swaydan Abdullah bin Ali (d. 1234 H), this book discusses the rules initially unsuccessful, yet in the end he also touched on some of the rules other than rules of fiqh unsuccessful.18. Al-mawahib al-Saniyyah
  
Written by Abdullah bin Sulayman al-Jarhazi (d. 1201 H). Book aims to explain the difficult words found in the al-al-Bahiyyah Fara'idl. Systematics of writing that is composed of three parts: (1) the rules that contain coverage rules that are universal, (2) which includes coverage rules furu 'quite a lot but not as much coverage of the first, (3) the rules of debate.
19. Idlah al-al-Fiqhiyyah qawa'id
   
The author is Muhammad Abdullah bin Sa'id (d. 1410 H). The book is a summary of the al-al-Saniyyah mawahib Abdullah bin Sulayman al work-Jarhazi, and following the method of writing sitematika asybah wa al-al-al-Suyuti nazha'ir work. In general the book is divided into three parts, the first containing a description muqadimmah challenged the historical, systematic, methodological, manfa'at, and learn the rules of fiqh function, which both contain a description of the rules of unsuccessful, the third brush Aghlabids rules, and The fourth discusses the formulation of rules that are still debated by fuqoha '. at the end of the book is to review some important issues about the laws furu'iyyah.20. Al-fawa'id al-janiyyah
  
Written by abu al-fayd Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani al-Makki, a scholars' descendant of Padang. In his book al-book review beliu mawahib Saniyyah work of al-Sulayman ibn al-Abddullah Jarhazi. He menelaahnya in length and width. The book is well-known in pesanren boarding schools across Indonesia are indeed critical and comprehensive enough in reviewing the contents of the book of al-mawahib, both in terms of language, examples, description, development-development issues, to the fuqaha profiles in each section.
E. The books of Hanbali madhhabA. Al-furuqThis is the first book of the work of scholars' madhhab Hambali, was written by Abu Muhammad bin Abdillah Abdillah al-Samuri (d. 616 h), this book is only limited studies on the problems furuqiyyah. One feature is that on one author's efforts to always mengomparasikan any differences between the principles of fiqh issues viewed from the side of the juridical, both the Qur'an and the Hadith. Unfortunately the book is not yet in print and manuscript in the library of Imam ibn Sa'ud al-Islamiyya, Riyadh and stayed there, Saudi Arabia.
Qawaid 2.Al-al-al-Fiqhiyyah nuraniyyahThis book was written by Shaykh al-Islam Ahmad ibn Taymiyyah (d. 728 h). When viewed at a glance this book seems to just discuss the issues between the side dish err 'and not at all reflect the rule book. Though not the case, in which there ilmun study fiqh, although with a limited portion. He did not write the rule-kaisdah eksplinsit tetuang fiqh in this book, sehigga the need to understand the reasoning.3.Al-qawa 'id al-shurga and alqwa'id al-kubraWritten by Najam al-Din Sulayman ibn Abd al-Qawi al-Thufi (d. 716 h). This book specifically examines the rules of schools of Hanbali fiqh without linking it with other schools.4.Al-Qawa 'id al-Fiqhiyyah
   
Written by Ibn al-Jabal Qadli Ahmad ibn al-Hasan (d. 771 h), the rules contained in this book generally bebentuk kalam Matsal (proverb) is very compact, and thus require in-depth reasoning and digestion to understand the content contained .5.Al-idlah fi al-fiqh al-islami
   
Books containing about 160 rules were written by Abu al-Rahman bin Rajab farj (d. 795 h) and arranged in order of chapters of fiqh. The rules are written in it is prepared certain themes, and on average have a long editorial. In it there is also an important record of Hambali schools of thought can add to the wealth of knowledge for the readers. In addition to that he was not in the book and sort out the basic principles dlabith.
6.Mughni Dzawi afham al-al-al-polar katsirah fi al-Ahkam
  
This book was written by Joseph Jamaluddin bin Abd al-Hadi (d. 909 H). The book is much more to intensify the discussion on furu'iyyah. But in the end many studies mention the rules of fiqh written at random and without a clear sequence. The numbers in the 70-s rule.7.Risalah fi al-qawa'id
   
This book is written in Sharh of nazham author (d. 1379 H), itself, that bin Abd al-Nasir al-Saadi which amounted to only 47 verses, so the rules are written in it is not too much.
F. Rule Book of Cross-schoolsA. Al-wajiz idlah qawa'id fi al-Fiqhiyyah al-kulliyyah
   
Written by Dr. Shidqi Muhammad ibn Ahmad al-Burnu.Kitab is a concoction contains rules that are generated through a comparative study between the schools rule, which is aimed to parse the contradictions in order to build a synthesis of opinion among the schools without having to take sides on any schools of thought among the four schools of writing Dr tersebut.dalam . Muhammad Shidqi not follow one style of writing of the books previously written rules.
G. CoverIt may be important we take the common thread of the discussion above about the persistent struggle of the clergy to preserve the fan-fan of science and lofty ideals to always work. Can we as a generation forward, caring, learning and perfecting the great treasures of knowledge that were once in the past to achieve the keemasanya hinga back. That's the burden that we as a generation stuck dipundak the berkaidah.

Kitab - Kitab Qaidah Fikih dari Empat Madzhab



A.   Pendahuluan
Berawal dari sebuah ketidak sengajaan dan menjadi sebuah hal yang digemari sehinga melahirkan banyak karya-karya agung dan memproduksi ribuan metode-metode baru dalam perkembanganya.  Pada abad IV H adanya usaha-usaha penkodifikasian kaidah-kaidah fiqh mulai mengeliat setelah sebelumnya kajian kaidah fiqh hanya sekedar sisipan-sisipan kecil yang tercecer dalam kitab-kitab fiqh,karena berkat kesungguhan ulama-ulama madzhab kaidah fiqh mampu menjadi disiplin ilmu yang mandiri lengkap dengan metodologinya..

 Abu Hasan al-Karakhi seorang ulama hanafiah adalah pelonching pertama  pembukuan kaidah-kaidah fiqh dalam kitab tersendiri. Al Karakhi  yang memberi nama kitabnya Risalah al-Karakhi adalah pensuport ulama-ulama berikutnya untuk membukukan kaidah-kaidah fiqh.  
Dibawah ini adalah katalog kitab-kitab kaidah fiqh  sekaligus  profil dari berbagai madzhab dan sistematika penulisannya.

B. Kitab-kitab Kaidah Fikih Madzhab Hanafi
1.. Ta’sis al-Nazhar
Pengarang kitab ini adalah Abu Zayd al Dabbusi (w. 430 H). di dalamnya terdapat delapan bab, dan setiap bab memuat beberapa al-ashlu, baik yang berupa dlabith atau kaidah,dan setiap satu al ashlu memuat beragam contoh dan persoalan-persoalan yang memiliki kemiripan karakter dan hukum (nadhoir). Jika di hitung, semua al ashlu yang termaktub dalam kitab ini berjumlah sekitar 80 macam. Selain menyebutkan masalah-masalah yang masuk dalam satu al-ashlu, beliau juga mencantumkan pendapat yang berbeda dengan al-ashlu yang ditampilkan sebelumnya. Baik perbedaan intern ulama’ mazhab Hanafi, perbedaan antara mazhab Hanafi dan mazhab Maliki, atau antara Hanafi dan Syafi’i. di sinilah salah satu keistimewaan kitab ini, mampu merangkum pendapat lintas mazhab dalam hampir seluruh kandungan kaidahnya.

2. Risalah al-Karakhi
        Kitab ini ditulis oleh al-Karakhi,berisi 17 kaidah jumlahnya mencapai 39 kaidah.dalam kitabnya ini al-Karakhi hanya memakai satu istilah,yani ”al-ashlu” baik untuk menunjuk kaidah,dlabith,atau pedoman bermadzhab bagi ulama Hanafiyyah,sehingga milik Abu Thahir al-Dabbas dan ditambah kaidah-kaidah lain milik al-Karakhi hingga tidak ada pemilahan antara kaidah,dlabith,maupun pedoman madzhab

3. Al-Furuq
      Penulisnya adalah As’ad bin Muhammad bin al Hasan al Karabisy (w. 570 H).sesuai dengan namanya,kitab ini secara khusus membahas perbedaan furuqyiyah atau perbedaan-perbedaan dalam berbagai persoalan fiqh. al Karabisy menyusun kitab  ini sesuai urutan kitab-kitab fiqh.


4. Syarah Risalah al Karakhi
Ditulis oleh  Najm Al Din al Nasafi (wafat 537 H) dan secara khusus mengomentari serta mengulas kaidah-kaidah yang terdapat  dalam Risalah al Karhi. Setiap satu kadah yang ditulis al Karhi diberi penjelasan oleh al Nasafi dan disertai contoh-contohnya.

5.. Al-Asybah wa al-Nazha’ir
            Kitab ini ditulis oleh Zainuddin bin Ibrahim (w. 980 h), metodologi penulisan al-asybah karya Ibn Nujaym ini hampir menyerupai al-asybah wa al-nazhair karya al-Suyuthi. Kitab yang terkenal ini terdiri dari tujuh fan (bagian): pertama tentang kaidah fiqh; kedua dlabith fiqh; ketiga metode mengetahui persamaan dan perbedaan istilah-istilah; keempat membahas tentang algahaz; kelima mengenai al- hiyal; keenam tentang persoalan yang mempunyai persamaan karektarestik dan hukum disertai perbedaan masing-masing; ketujuh  memuat profil Imam Hanafi dan semua ashhab-nya dari masa ke masa. Keistimewaan dari kitab ini beliau selalu menyebutkan bab-bab fiqh yang masuk dalam setiap kaidah beserta contoh-contohnya.

6. Talqih al uqul fi furuq manqul
            Kitab ini ditulus oleh Ahmad bin Abdillah bin Ibrahim al-Mahbubi (w. 630 H). Dan secara khusus mengkaji furuqqiyyah. Beliau merangkai setiap setiap pembahasan sesuai dengan mengikuti urutan bab fiqih

7. Ghamz uyun al-basha’ir
   Penulisnya adalah Ahmad bin Muhammad al-Hamawi (w. 1098 h). Kitab ini merupakan syarh dari kitab al-asybah wa al-nazhair karya Ibn Nujaym. Dan merupakan syrah terbesar yang terdiri empat jilid.secara khusus kitab ini mengurai dan menjelaskan kandungan kitab al-Asybah wa al-Nazha’ir karya Ibn Nujaym.

8. Majami’ al-haqa’iq
            Kitab ini ditulis oleh Abu Sa’id Muhammad al-Khadimi (w. 1176 H) yaitu seorang ulama’ kelahiran Turki. Didalam kitab ini terkandung 1504 kaidah fiqh dan ditulis sesuai urutan huruf hijaiyyah.Tapi sayangnya di tulis secara singkat tanpa diberi penjabaran yang berarti.
   .

9. Ittihaf al-abshar wa al-bashar’ir fi tabwib al-asybah  wa al-nazha’ir
            Ditulis oleh Muhammad Abi al-Fatih seorang mufti Iskandariyyah dan diproyeksikan untuk mengulas dan mengklarafasikan kandungan kitab al-asybah  wa al-nazha’ir karya Ibn Nujaym.
10. Al-tahqiq al-bahrir
            Ditulis oleh Muhammad Hibbatullah bin Muhammad al-Taji (w. 1224 h) dan merupakan salah satu kitab syarah terbesar dari kitab al-asybah  wa al-nazha’ir karya Ibn Nujaym,terdiri dari 6 jilid.Menurut hitungan Abdullah al-Sya’lani jumlahnya mencapai 2004 halaman.
11. Majallah al-ahkam al-ad-liyyah
            Secara umum penulisan kitab ini disesuaikan dengan sistem nomor dengan mengikuti urutan bab fiqh, dan memuat sekitar 1851 pasal. Kitab ini disusun secara kolektif oleh para ulama’ madzhab Hanafi pada tahun 1286 H.
12. Al-fara’id al-bahiyyah fi al-qawa’id wa al-fawa’id al-fiqhiyyah
            Kitab ini ditulis oleh Mahmud Hamzah (w. 1305 H), kitab yang merangkum beragam kaidah ushuliyyah,kaidah fiqhiyyah, dan dlabit-dlabit fiqh yang disusun sesuai urutan bab fiqh. Kitab ini mengandung 243 kaidah, ditambah kajian dlabith-dlabith dan catatan-catatan kecil yang jumlahnya justru lebih banyak dari pada kandungan kaidahnya.

13. Al-fara’id al-bahiyyah
            Kitab karya Mahmud Hamzah (w. 1305 H) ini berbentuk ringkasan sehingga tampak kecil dan praktis. Kitab ini ditulis secara konseptual dan disusun sesuai urutan bab fiqh. Setiap awalan pembahasannya selalu diawali dengan artikulasi tekstualis, kemudian dalil kaidah, dan diakhiri dengan uraian sebagai furu’ kaidah.
14. Syarh al-majallah
            Kitab ini merupakan karya Muhammad Khalid al-athasi dan Muhammad Thahir al-Athasi, dan terdiri dari 6 jilid besar. Kitab ini adalah syarh dari kitab majallah al-ahkam. Akan tetapi dari ke-6 jilid kitab tersebut hanya jilid pertama yang secara intensif mengurai permasalah kaidah fiqhiyyah, sementara selebihnya lebih banyak membahas persoalan-persoalan  kaidah ushuliyyah dan hukum-hukum furu’iyyah.
15. Syarh al-majallah
            Ditulis oleh Sulayman Rustam Baz, kitab ini jarang sekali ditemui di perpustakaan-perpustakaan besar, dan tebal halamnya mencapai 1288 halaman. Sementara kandungan kaidahnya hanya mengikuti apa yang ada di dalam majallah al-ahkam.
16. Durar al-hukkam syarh majallah al-ahkam
            Ditulis oleh Dr. Ali Haydar (w. 1353 H), kitab ini merupakan salah satu syarh kitab majallah al-ahkam dan memuat kaidah fiqh sesuai dengan kandungan kitab induknya. Pada mulanya kitab ini ditulis dalm bahasa persi, namun sekarang sudah diterjemahkn kedalam bahasa arab oleh Fahmi al-Husayni.
17. Syarh al-qawa’id al-fiqhiyyah
            Ditulis oleh Ahmad bin Muhammad al-Zarqa (w. 1357 H). Kitab ini secara khusus mengulas kandungan kitab majallah al-ahkam dan dinilai sebagi salah satu syarh terbaik diantara syarh majallah al-ahkam lainnya.kandungan kaidahnya hanya mengurai kaidah-kaidah yang terdapat adalam mjallah al-ahkam.
18. Al-madkhal al-fiqhi al-‘am
             Ditulis oleh Dr. Musthafa bin Ahmad al-Zarqa’. Kitab ini juga merupakan syarh dari kitab majallah al-akam. Kitab ini ditulis dalam tiga jilid, dan kajian kaidah terdapat pada jilid ketiga. Uraian mengenai kaidah fiqh pada umumya sangat ringkas dan dilengkapi dengan ulasan mengenai masalah furu’iyyah, dlabith fiqhiyyah, dan kaidah ushuliyyah. Kaidah-kaidah yang diulas dalam kitab ini berjumlah 31 buah dan disusun sesuai urutan bab hijaiyyah. Sedangkan jumlah keseluruhannya mencapai 130 buah.

C. Kitab-kitab Madzhab Maliki
1. Al-Nazhair
            Kitab ini ditulis oleh Qodli Abdul Wahhab Al Baghdady (w. 422 H),beliau adalah ulama pertama yang menulis kitab kaidah fiqh madzhab maliki. Kitab ini khusus mengkaji masalah-masalah fiqhiyyah yang mempunyai kemiripan karakter hukum. Kitab ini sangat unik, karena nama penulis tidak tercantum pada sampul kitab yang masih berupa manuskrip yang belum di cetak.
            Keunikan lain dari kitab ini terdapat dalam segi penulisan kaidahnya. Jika penulis lain mencantumkan satu dlabith atau satu kaidah untuk mengkaji beragam persoalan, maka Abdul Wahhab tidak demikian. Beliau memulai setiap satu kaidah dengan satu tema khusus, kemudiatema tersebut dikembangkan hukumnya ke dalam setiap bab fiqh.
2. Anwar al-buruq fi anwa’ al-furuq
            Ini salah satu kitab terpopuler dikalangan madzhab Maliki. Ditulis oleh syihabudin ahmad bin idris al-qarafi (w.648 h), memuat 548 kaidah dengan desain yang apik, jelas, dan enak dibaca, walaupun tidak disusun secara sistematis. Didalamnya terkandung kaidah-kaidah dasar,kaidah usulhiyyah, kaidah furu’iyyah, dan kaidah lughowiyyah. Contoh kaidah ushuliyyah kajian tentang ‘illat dan syarat, fatwa dan hukum, serta khitab tentang taklifi dan khitab wadl’i, atau kaidah bay’ dan qardl, milk dan tasarruf, dan lain sebagainya.

3. Idrar al-syuruq ala anwa’ al-furuq
Kitab ini adalah syarah dari anwar al buruq fi anwa’ al furuq, karya al Karrafi. Ditulis oleh Sirojuddin Qasim bin Abdillah al Ansari (wafat 723 H) kitab ini mendapat sambutan baik dari kaum intelektual di zamannya karena dalam kitab ini termuat penjelasan dan koreksi atas berbagai hal yang ditulis al Qarrafi dalam al furuq.
4. Mukhtashar qawaid al-Qarrafi
Kitab ini merupakan catatan pinggir(hamisyi) dari kitab al furuq yang ditulis oleh Abu Abdillah Muhammad bin Ibrohim al Baqurii (wafat 707 H). Beliau memilah kaidah-kaidah yang ditulis al Karrafi sesuai bidang studinya masing-masing. Misalnya, kaidah fiqhiyyah diberi porsi tersediri, begitupun dengan kaidah ushuliyyah dan kaidah lughowiyyah. Dengan demikian sistematika penulisan al furuq yang cenderung acak dan tidak tertata rapi, melalui kitab ini menjadi lebih apik dan enak dibaca.
5. Mukhtashar anwar al buruq
Kitab ini juga merupakan ringkasan dari anwar al buruq fi anwa’ al furuq milik al Qarrafi. Pengarangnya adalah Syamsuddin Abi Abdillah Muhammad al Rubu’. Kitab ini belum beredar secara umum. Dan manuskripnya dapat ditemukan di perpustakaan Al Azhar Kairo.
6. Al-Qawaid dan ’Amalu man Thabba liman Habba
Dua kitab ini ditulis oleh Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al Maqqari (wafaf 758 H). kitab pertama memuat sekitar seribu dua ratus kaidah dan disusun sesuai urutan bab fiqh. Kaidah yang terkandung dalam kitab ini umumnya tidak disertai dasar pengambilan dalil, dan juga punya redaksi yang panjang. Kitab ini memang lebih intens mengkaji furu’ madzhab Maliki, terutama dalam masalah-masalah khilafiyyah. Kitab ini juga memuat studi khilaf lintas madzhab. Kajian komperatif inilah yang memberikan nilai lebih bagi kitab ini.
Kitab kedua, dibagi oleh al maqarri dalam empat bagian. Yang paling menarik adalah, bagian kedua yang mengkaji persoalan fiqhiyyah sebanyak 500 masalah, serta bagian ketiga yang memuat 200 kaidah fiqhiyyah. Sayangnya ke 200 kaidah itu dikaji secara singkat tanpa contoh,serta tidak tersusun secara sistematis.
7. Al qawanin al fiqhiyyah
Ditulis oleh, Muhammad bin Ahmad Aljizi (wafat 741 H). memuat rumusan hukum madzhab Maliki dan sekaligus catatan mengenai rumusan fiqh madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Model penulisannya adalah mula-mula menyebutkan madzahab Maliki, lalu dirangkai dengan pendapat tiga madzhab lainnya. Yang agak unik dari kitab ini adalah dicantumkannya sepuluh bab yang berisi kajian tauhid pada permulaannya. Dan bagian akhir kitab ini berisi sejarah dan kisah para pemimpin, serta studi tentang ilmu adab. Keistimewaan kitab ini barang kali terletak pada stimulus pengarang dalam menggunakan pertanyaan dan menyebutkan perbedaan jawabannya.

8. Al-mudzahhab fi Dlabit Qawa’id al-Madzhab
            Ditulis oleh Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad (w. 889 H), ini merupakan kitab satu-satunya madzhab maliki yang dikarang pada abad ke9 Hijriyyah.sayangnya kitab ini belum di cetak dan masih berupa naskah dokumentasi.

9. Al-Manhaj al-almuntakhab
            Ditulis oleh Abu al-Hasan Ali bin Qasim al-Ziqaq (wafat 912 H) kitab ini ditulis dalam bentuk nazhom dan secara khusus mengkaji koleksi kaidah Imam Malik. Jumlah keseluruhannya mencapai 437 bait.
10. Idlah al-masalik ila qawa’id imam malik dan iddat al-buruq fi talkhis ma fi al- madzhab  min al- jumu’ wa al- furu’
            Dua kitab ini ditulis oleh Abu al- Abbas Ahmad bin Yahya  al- Wansyarisi ( w. 914 H). Kitab yang pertama dicetak dalam satu jilid. Kaidah-kaidah yang tercantum di dalam kitab ini ditulis secara acak dan tersebar di berbagai halaman, bahkan banyak diantaranya ditulis dengan nada pertanyaan. Beliau belum memilah antara kaidah fiqhiyyah dan ushuliyyah. Kaidah yang termuat dalam kitab ini secara keseluruhan berjumlah 118.
            Kitab yang kedua mengkaji pemasalahan furu’iyyah secara tuntas dan menyeluruh. Dan disusun secara sistematis sesuai urutan bab fiqh.
11. Al-manjur ‘ala al-manhaj al-muntakhab
           Ditulis oleh Abu al-Abbas Ahmad bin Ali al-Manjur (w. 995 H).   Kitab ini merupakan syrah dari nazham al-manhaj al-muntakhab karya Abu al-Zasa al-Ziqaq. Untuk mengulas kaidah-kaidah dalam nadzam kecil ini, beliau banyak mengadopsi kandungan kitab al-qawa’id karya al-Maqqari, al-furu’ karya al-Qarrafi, serta al-masalik karya al-Wansyarisi. Ketiga kitab inilah yang menjadi rujukan oleh beliau dalam mengulas kaidah fiqh dalam kitab ini.
12. Al-nur al-muqtabas fi qawa’id anas bin malik
            Kitab ini merupakan saripati dari kitab idlah al-masalik karya al-Wansyarisi,dan ditulis oleh putranya sendiri Abdul Wahid (w. 955 H). Sayangnya kitab ini belum dicetak dan salah satu manuskrip aslinya berda di  Madrid, Spanyol.
13. Al-kulliyyat
   Kitab ini ditulis oleh Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Miknasi atau biasa dipanggil Ibn Gazhi (w. 919 H). Walaupun belum dicetak secara resmi namun kitab ini banyak ditemui diperpustakaan Arab dan Afrika Utara.

14. Takmilah al-manhaj al- muntakhab
            Ditulis oleh abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Mayyarah (w. 1072 H) dan merupakan penyempurna dari nazham manhaj al-muntakhab karya al-Ziqaq. Dalam kitab ini terdapat 671 bait.dengan begitu biliau tercatat sebagai satu-satunya ulama yang melakukan penambahan dan modifikasi nazham kaidah fiqh.

15. Tahdzib al-furu’wa al-fawa’id al-saniyyah fi alasrara-fiqhiyyah
            Ditulis oleh Muhammad Ali bin Husayn (w. 1367 H), Kitab ini ditujukan untuk mengoreksi plus merekontruksi kandungan al-furu’ karya al-Qarafi. Beliau dalam penulisan kitab ini mengikuti metedologi yang dipakai Ibn Syath dalam syarah idrar al-suruq yang juga mengkritik al-furu’, sekaligus melakukan penyulaman atas kekurangan al-furu’  yang di kritik Ibn Syath. Tak heran bila ketiga naskah kitab ini ( al-furu’ karya al-Kaafi, idrar al-suru’ karya Ibn Syath, tahdzib al-furu’ karya Muhammad Ali ), kemudian dicetak bersamaan dalam satu paket, sebab ketiganya merupakan kesatuan integral yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu dalam mempelajarinya kita harus,mempelajari ketiganya agar tidak terjadi kesalahan serta agar bisa mendapat kesimpulan atau konklusi hukum yang memuaskan.
16. Al-yawaqit al-tsamimah fi nidzam alim al-madinah
            Ditulis oleh Abu al-Hasan Ali bin Abdul Wahid al-Anshari dalam bentuk nazham. Pe-nadzam-an ini tak lain adalah upaya beliau untuk memudahkan para pembaca untuk menelusuri kaidah-kaidah fiqh Imam Malik.meskipun berbentuk nazham,kitab ini sangat tebal dan mencapai kurang lebih 14.708 halaman.
17. Qawa’id al-imam malik
             Kitab in berbentuk nadzam yang ditulis oleh Abu Muhammad bin Abdirrahman bin Yusuf al-Musjini dan secara khusus mengkaji koleksi kaidah fiqh Imam Malik. Sedangkan sistematika penulisannya banyak mengikuti cara yang ditempuh al-Wansyarisi dalam idlah al-masalik. Dan terdiri dari 83 nadzham, serta banyaknya halaman kitab ini berjumlah 1723 halaman.hingga sekarang naskahnya belum dicetak,dan dapat dijumpai di beberapa perpustakaan di Arab.
18. Al-nazha’ir al-fiqhiyyah
            Penulisnya adalah ibnu Abdun Muhammad al-Miknasi. Kitab ini secara khusus mengkaji masalah-masalah al-nazha’ir al-fiqhiyyah. Kitab ini belum dicetak dan tebalnya mencapai 14.862 halaman.

D. Kitab-kitab Madzhab Syafi’i
1. Al Furuq
            Pengarang kitab ini ialah Muhammad Adillah bin Yusuf bin Abdillah al Juwaini (w. 438 H)yang merupakan penulis pertama kitab kaidah fiqh madzhab Syafi’i. Kitab ini secara khusus membahas masalah-masalah furuqiyyah (perbedaan-perbedaab istilah fiqh) beliau mengkaji ilmu furuq pada permulaan kitabnya, disertai dengan perbedaan prinsip di antara beragam masalah yang memiliki keserupaan, lalu diteruskan dengan kajian seputar perbedaan masalah-masalah ushuliyah, baru kemudian masuk pada pokok bahasan yakni masalah furuqiyyah.
2. Al Furuq
            Pengarang kitab ini ialah Abu al Abbas Ahmad bin Muhammad al Jurjani (w. 482 H). Beliau juga mengulas masalah-masalah furuqiyyah mazhab Syafi’i dalam kitab dengan mengikuti model penulisan sesuai urutan bab Fiqh, disamping penyisipan beberapa catatan penting dalam setiap kajiannya.

3. Al-qawa’id fi furu’ al-syafi’iyyah
            Pengarang kitab ini adalah Abu Hamid Muhammad bin Ibrahim al-Jajurmi  (w. 613 H). Kitab ini mendapat sambutan hangat dari para ulama’ dan pelajar, terutama pada masa hidup sang pengarang.kitab ini masih berupa manuskrip dan belum dicetak.
4. Takhrij al-furu’ ala al-ushul
        Penulis kitab ini adalah Abu al-Manaqib Syihabuddin Mahmud al-Zanzani (w. 656 H). Model penulisan kaidah dalam kitab ini selalu di awali dengan penyebutan satu kaidah disertai dengan metedologi istinbath (ushul fiqih) dari dua pendiri madzhab, yakni Syafi’i dan Hanafi, kemudian menyebutkan sebagai furu’ fiqhiyyah yang termasuk cakupan kaidah bersangkutan.
5. Qawaid al-ahkam fi mashalih al-anam
            Ditulis oleh Izzuddin bin Abd as-Salam (w. 660 h), seorang ahli ushul fiqih, ushul, gramatika arab, dan tafsir madzhab Syafi’i. Dalam kitab ini, beliau marangkum semua permasalahan fiqhiyyah hanya dalam satu ‘patron’ dasar, yakni i’tibar al-mashalih wa dar’ al-mafasid. Kitab ini memang sengaja ditulis oleh beliau untuk mengulas tujuan utama syariat yang menurut bliau hanya tertuang dalam satu asas,yakni mengcapai cita kemaslahatan umat dengan prinsif dasar tahshil al-mashalil dan dar’ al-mafasid atau yang biasa disebut dengan jalb mashalil wa dar’ al-mafasid (menggapai kemaslahatan dan menolak kerusakan).

6. Al Asybah wa al Nadhair
Ditulis oleh Shadruddin Muhammad bin Umar atau dipanggil Ibnu Wakil (wafat 716 H). Kitab ini merupakan kitab kaidah pertama yang diberi nama al-Asybah wa al-Nazha’ir dan mengkaji kaidah-kaidah fiqh yang digali langsung dari beragam persoalan fiqhiyyah yang memiliki kesamaan karakter dan hukum.
7. Al Fawaid Al jassam Ala Qawaid ibnu abd Al Salam
Umar bin Ruslan Al Bulqini (Wafat 805 H) adalah penulis kitab ini. Kitab ini merupakan syarah dari kitab Al Qawaid Al Ahkam karya Izzuddin bin abd Al Salam.syarah ini termasuk kritis sekaligus sistematis dalam mengupas Qawa’id al-Ahkam. Beliau biasanya memulai setiap persoalan dengan terlebih dahulu menulis naskah asli Izzuddin. Kemudian diteruskan dengan tanggapan seputar tulisan itu, tanggapan bisa dimaksud berbentuk penjelasan, catatan, koreksi, bahkan kritik atas pendapat Izzuddin.
8. Al Majmu’ Al Mudzahhab fi Qawaid Al Madzhab dan Al Ashibah wa Al Nadhair fi Furu’ Al Fiqh As Syafi’i.
Dua kitab ini ditulis oleh Salahuddin Kholil bin Kay Kaylili Ala’i (wafat 761 H). Beliau memberi banyak tambahan atau catatan atas Al Asyibah karya Ibnu Wakil, serta menyusunnya dengan sangat sistematis, khusus untuk kaidah-kaidah yang terkandung dalam kitab Al Majmu’ Al Mudzahhab oleh beliau dipilih dalam media tiga medium pokok: yakni lima kaidah dasar, kaidah-kaidah ushul, dan kaidah-kaidah fiqh.
9.al-Asybah wa al- Nadho’ir
Penulisnya adalah Tajuddin abdul Wahab bin Ali bin Abdul Al Kafi Al Subuki (wafat 771 H). Kitab ini dimaksudkan untuk memodifikasi isi kitab Asyibah wan Nadhoir karya ibnu Wakil. Beliau memilah kitab ini kedalam bab-bab berikut, pertama bab kaidah dasar, kedua bab kaidah-kaidah yang mengandung furu’ dalam berbagai bab fiqh, ketiga bab kaidah-kaidah yang hanya masukl dalam bab fiqh, keempat kajian masalah-masalah kalamiah yang memunculkan furu’-furu’ fiqhiyyah, kelima pembahasan tentang pesoalan-persoalan ushuliyyah yang memuat furu’-furu’ fiqhiyyah, keenam, bab seputar istilah-istilah arab atau kaidah-kaidah nahwuyang mempunyai persamaan prinsip dengn kaidah-kaidah fiqhiyyah, ketujuh, bab mengenai sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat dikalangan fuqaha’ beserta landasan dalil masing-masing pendapat dan contoh-contoh konkritnya, kedelapan, pembahasan berbagai prinsip-prinsip fiqhiyyah yang sangat terperinci dan nyaris lengkap, seperti kajian lengkap hakikat dzimmah, dhobith, tentang khulu’ atau kajian seputar Al ghaz.bagian terakhir ini dibagi dalam berbagai kaidah, faidah, dlobith, maupun fasal.
10. Nuz-hat al-nawazhir fi riyadl al-nazhar-ir dan mathali’ al-daqa’iq fi tahrir al-jawami’wa al-fawariq
Dua kitab ini ditulis oleh jamaluddin abdurrahim bin al-hasan al-isnawi (w 772 h).kitab yang pertama bagian awalnya memuat beragam masalah nazha’ir,dan pada bagian akhirnya mengulas persoalan fiqh di tinjau dari aspek perbedaan dan persamaaanya,metode ini merupakan pendekatan baru yang belum pernah ada sebelumnya.
Dan kitab yang kedua, beliau berupaya menjelaskan setiap dua persoalan fiqhiyyah dan dua aspek sekaligus, aspek persamaan (jami’) dan titik perbedaan (fari’), dengan menerangkan latar belakang masalah, kemudian titik temunya, serta perbedaan-perbedaan prinsipil keduanya. Kitab ini disusun oleh beliau sesuai urutan bab-bab fiqh, ditambah catatan penting soal fiqhiyyah.
11. Al-mantsur fi al-qawa’id
Ditulis oleh badruddin muhammad al-zarkasyi (w. 794. H), gaya penulisan kaidah dalam kitab ini sesuai urutan huruf hijaiyyah. Didalamnya termuat beragam kaidah fiqh, illat hukum, dlabith,hingga detil-detil persoalan fiqhiyyah dengan belbagai altikulasi yang sangat luas dan dengan tulisan yang sisitematis.
12. Al-qawaid
Syarif al-din isa al-ghazi (w. 799 H) adalah pengarang kitab ini.didalamnya memuat banyak kaidah-kaidah fiqh dengan pengecualian-pengecualiannya, serta tambahan kajian tentang alghaz milik al-asnawi yang dilengkapi oleh al-ghazi.
13. Al-Asybah wa al-Nazha’ir
            Kitab yang ditulis oleh Umar bin Ali atau yang biasa disebut Ibn Mulaqqan (w. 804 H)ini penulisannya disesuaikan dengan urutan bab fiqh.penulisan kitab ini merupakan modifikasi atas al-Asybah karya Ibn Wakil dan al-Mudzahab karya al-Ala’i.

14. Al-asybah wa al-Nazhair fi al-furu’
              Kitab ini ditulis oleh Jalaludin Abd al-Rahman bin Abi Bakar bin Muhammad al-Suyuti (w 911 H). Dalam kitab ini beliau merangkai beragam kaidah, dlabith, nazhair, hingga detail-detail masalah lainnya dengan klasifikasi yang sangat sistematis dan mudah di cerna. Konsep penulisan versi as-Suyuti kedalam tiga kelompok besar, yakni kaidah-kaidah  yang mempunyai medium yang cukup menyeluruh(al-qawa’id al-kubro),kaidah-kaidah yang mengandung jangkauan furu’ mayoritas(al-qawa’id al-aghlabiyyah), kaidah–kaidah yang masih diperselisihkan(al-qawa’id al-mukhtalaf fiha). Membuat kitab ini menjadi salah satu kitab istimewa dengan sitematika penulisan terbaik dizamannya.

15. Al-fara’id al-bahiyyah
             Ditulis oleh abu bakar binabi al-qasim al-ahdal al-yamani (w. 1035 H).kitab ini merupakan bait-bait nazham ringkasan dari al-Asybah wa al-Nazha’ir karya al-Suyuthi.
16. Al-i’tinak fi al-farq wa al-istitsna’
   Ditulis oleh Badr al-Din Muhammad bin Abi Bakar bin Sulayman al-Bakri. Mengandung 600 kaidah dan disusun sesuai urutan bab fiqh. Kitab ini selesai di tulis pada tahun 1062 H.

17. Syarh al-qawa’id al-khams
            Pengarangnya adalah Abdullah bin Ali Swaydan ( w. 1234 H), kitab ini pada mulanya membahas lima kaidah kubra, namum pada bagian akhirnya  beliau juga menyinggung beberapa kaidah fiqh lainnya selain kaidah kubra.
18. Al-mawahib al-saniyyah
             Ditulis oleh Abdullah bin Sulayman al-Jarhazi (w. 1201 H).kitab ini bertujuan untuk menjelaskan kata-kata sulit yang dijumpai dalam al-Fara’idl al-Bahiyyah. Sistematika penulisannya yakni terdiri dari tiga bagian; (1) lima kaidah yang memuat cakupan kaidah yang universal, (2) kaidah yang memuat cakupan furu’ cukup banyak namun tak sebanyak cakupan yang pertama, (3) kaidah-kaidah yang masih diperdebatkan.

19. Idlah al-qawa’id al-fiqhiyyah
            Penulisnya adalah Abdullah bin Sa’id Muhammad (w. 1410 H). Kitab ini merupakan ringkasan dari al-mawahib al-saniyyah karya Abdullah bin Sulayman al-Jarhazi, dan sitematika penulisannya mengikuti metode al-asybah wa al-nazha’ir karya al-Suyuti. Secara umum kitab ini dipilah kedalam tiga bagian, yang pertama adalah muqadimmah yang berisi uraian tantang latar belakang sejarah,sistematika,metodologi, manfa’at, dan fungsi mempelajari kaidah fiqh, yang kedua berisi uraian lima kaidah kubra, yang ketiga menguas kaidah aghlabiyyah, dan yang keempat membahas kaidah yang formulasinya masih diperdebatkan oleh para fuqoha’.pada bagian akhir kitab ini mengulas beberapa persoalan penting tentang hukum-hukum furu’iyyah.
20. Al-fawa’id al-janiyyah
             Ditulis oleh abu al-fayd Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani al-Makki, merupakan ulama’ keturunan Padang. Dalam kitabnya beliu mengulas kitab al-mawahib al-saniyyah karya Abddullah bin Sulayman al-Jarhazi. Beliau menelaahnya secara panjang dan lebar. Kitab sudah terkenal di pesanren-pesantren seluruh Indonesia yang memang cukup kritis dan komprehensip dalam mengulas isi kitab al-mawahib, baik dari sisi bahasa,contoh,uraian,pengembangan-pengembangan masalah, hingga profil-profil fuqaha dalam setiap bagian.

E. Kitab-kitab Madzhab Hambali
1.      Al-furuq
Inilah kitab pertama karya ulama’ madzhab hambali, ditulis oleh Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah al-Samuri (w. 616 h), kitab ini membatasi kajiannya hanya pada masalah-masalah furuqiyyah. Salah satu keistimewaannya terletak pada salah satu upaya penulisnya untuk selalu mengomparasikan setiap perbedaan prinsip antar persoalan fiqih dipandang dari sisi yuridisnya, baik al-qur’an maupun hadist. Sayangnya kitab ini belum di cetak dan manuskripnya berada di perpustakaan Imam bin Sa’ud al-Islamiyyah, Riyadl, Arab Saudi. 
                         
2.Al-qawaid al-nuraniyyah al-fiqhiyyah
         Kitab ini ditulis oleh syaikhul islam ahmad bin taimiyyah (w. 728 h).jika di lihat dengan sekilas kitab ini agaknya Cuma membahas persoalan khilaf antar ulam’ dan tidak sedikitpun mencerminkan sebagai kitab kaidah. Padahal tidak demikian, didalamnya terdapat kajian ilmun fiqh walaupun dengan porsi terbatas. Beliau memang tidak menulis secara eksplinsit kaidah-kaisdah fiqh yang tetuang dalam kitab ini, sehigga di butuhkan penalaran dalam untuk memahaminya.
3.Al-qawa’id al-shurga dan alqwa’id al-kubra
         Ditulis oleh Najam al-Din Sulaiman bin Abd al-Qawi al-Thufi (w. 716 h).kitab ini secara khusus mengkaji kaidah-kaidah fiqh madzhab hambali tampa mengaitkannya dengan madzhab yang lain.
4.Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah
            Ditulis oleh Ibn Qadli al-Jabal Ahmad bin al-Hasan (w. 771 h), kaidah-kaidah yang terkandung dalam kitab ini umumnya bebentuk kalam matsal (pribahasa) yang sangat ringkas, sehingga membutuhkan penalaran dan pencernaan yang mendalam untuk memahami isi yang terkandung.
5.Al-idlah fi al-fiqh al-islami
            Kitab yang memuat sekitar 160 kaidah ini ditulis oleh Abu al-Farj Abdurrahman bin Rajab (w. 795 h) dan disusun sesuai urutan bab fiqh. Kaidah-kaidah yang tertulis di dalamnya disusun sesuai tema-tema tertentu, dan rata-rata mempunyai redaksi yang panjang. Di dalamnya juga terdapat catatan penting madzhab hambali yang bisa menambah kekayaan pengetahuan bagi si pembacanya. Selain itu beliau di dalam kitab ini belum memilah antara kaidah dan dlabith.

6.Mughni Dzawi al-afham al-kutub al-katsirah fi al-ahkam
             Kitab ini ditulis oleh Jamaluddin Yusuf bin Abd al-Hadi (w. 909 H). Kitab ini lebih banyak mengintensifikasi pembahasan pada furu’iyyah. Namun pada bagian akhirnya banyak menyinggung kajian kaidah-kaidah fiqh yang ditulis secara acak dan tanpa urutan yang jelas. Jumlahnya mencapai 70-an kaidah.
7.Risalah fi al-qawa’id
            Kitab ini merupakan syarah dari nazham yang ditulis pengarangnya(w. 1379 H),  sendiri,yaitu Abdurrahman bin al-Nashir al-Sa’adi yang hanya berjumlah 47 bait, sehingga kaidah –kaidah yang tertulis didalamnya tidak terlalu banyak.

F. Kitab Kaidah Lintas Madzhab
1. Al-wajiz fi idlah qawa’id al-fiqhiyyah al-kulliyyah
            Ditulis oleh Dr. Muhammad Shidqi bin Ahmad al-Burnu.Kitab ini merupakan berisi racikan kaidah yang dihasilkan melalui studi komparasi kaidah antar madzhab,yang memang bertujuan mengurai kontradiksi guna membangun sintesa pendapat antar madzhab tanpa harus berpihak pada madzhab manapun di antara ke empat madzhab tersebut.dalam penulisannya Dr.Muhammad Shidqi tidak mengikuti salah satu gaya penulisan kitab-kitab kaidah yang ditulis sebelumnya.

G. Penutup
            Dapatlah kiranya kita mengambil benang merah dari uraian di atas tentang perjuangan gigih para ulama untuk melestarikan fan-fan ilmu dan cita-cita luhur untuk selalu berkarya. Bisakah kita sebagai generasi meneruskan,merawat,mempelajari dan menyempurnakan khazanah keilmuan yang begitu agung dimasa lampau hinga dapat mencapai masa keemasanya kembali. Itulah beban berat yang tertancap dipundak kita sebagai generasi yang berkaidah.