oleh: KHMA.Sahal Mahfud
Meskipun
merupakan ibadah tersendiri, tetapi zakat fitrah tidak mungkin
dilepaskan hubungannya dan rangkaiannya dengan Ramadhan. Bukti paling
jelas dalam hal itu adalah bahwa zakat fitrah wajib ditunaikan menyusul
selesainya bulan Ramadhan. Disamping itu, salah satu fungsi zakat fitrah
adalah untuk menyempurnakan ibadah puasa.
Idealnya selama berpuasa kita menjaga anggota badan dari perbuatan dosa.
Jika maksiat mengurangi kesempurnaan puasa, maka zakat fitrah menutupi
kekurangan itu. Lagi pula, dengan berpuasa diharapkan tumbuh empati dan
kepedulian terhadap orang tidak mampu. Zakat fitrah adalah salah satu
langkah awal pengejawantahan kepedulian itu, yang perlu ditindaklanjuti
pada masa selanjutnya. (Al-Fiqh Al-Islami: II, 921).
Zakat
fitrah adalah salah satu dari jenis zakat yang dalam rukun Iaslam
terdapat dalam urutan ketiga, sesudah syahadat dan shalat, dan disusul
puasa Ramadhan dan haji. Ketentuan umum zakat juga berlaku pada zakat
fitrah. Tetapi zakat fitrah juga punya ciri-ciri (spisifik) sendiri,
diantaranya bahwa ia berlaku umum, tidak hanya untuk kalangan kaya raya
saja.
Kewajiban
zakat fitrah belaku bagi setiap pribadi yang berkesampatan menemui
Ramadhan dan Idul Fitri, sesedikit aapun kesempatan itu diterimnya.
Karena dalam sistem penanggalan (kalender) hijriyah peralihan hari
terjadi pada saat matahari sempurna terbenam. Maka dapat kita rumuskan
mereka yang telah atau masih hidup sekian detik menjelang Maghrib hari
terahir Ramadhan dan masih hidup sekian detik sesudahnya, dengan
sendirinya terkena kewajiban zakat fitrah. Laki-laki maupun perempuan,
tua muda (bahkan bayi baru lahir) , sehat atau sakit terkena kewajiban
zakat, selagi mempunyai kelebihan dari yang dibutuhkan dirinya beserta
orang yang ditanggung nafkahnya. Mereka yang tidak punya sumber
pendapatan sendiri (seperti anak-anak), kewajiban zakatnya ditunaikan
oleh penanggung nafkahnya (atau kepala keluarga dalam sistem sosial
kita).
Sebuah
hadits riwayat Bukhari menyampaikan kesimpulan bahwa besaran zakat
fitrah adalah 1 (satu) sha’ bahan makanan pokok setempat. Dalam konteks
Indonesia, itu berarti sekitar dua setengah (2.5) kilogram baras per
orang.Kewajiban ini sebetulnya mulai berlaku setelah masuk waktu Idul
Fitri (Maghrib hari terahir Ramadhan), karena pada waktu itulah dapat
dipastikan apakah seseorang terkena kewajiban zakat atau tidak (karena
sudah meninggal menjelang Maghrib, misalnya). Tetapi kita tidak harus
menunggu malam lebaran tiba untuk menunaikan zakat. Kepada kita
diberikan masa ta’jil (membayar sebelum jatuh tempo) yang dimulai sejak
masuknya bulan Ramadhan.
Jadi,
terserah pada anda, apakah akan menunaikannya pada awal, pertengahan,
akhir, atau waktu manapun dalam bulan Ramadhan. Hanya saja, patut
dipertimbangkan bahwa zakat fitrah disyariatkan dengan maksud utaama
agar kaum fakir maupun miskin memiliki cukup makanan pada hari raya,
sebgaimana himbauan Rasulillah:
(( أُغْنُوْهُمْ عَنِ الطَّوَافِ فِى هَذَا اليَوْمِ )) [رواه النسائي]
Artinya: “Berilah mereka kecukupan, hingga mereka terhindar berkeliling kesana-kemari (dari meminta-minta)”.
Artinya,
lebih utama mendekatkan pelaksanaan zakat pada hari raya, tepatnya
setelah Shubuh sebelum shalat Idul Fitri, karena hal itu akan lebih
tepat guna. Pembayaran zakat setelah shalat sampai matahari terbenam
hukumnya makruh. Jika diundur lagi setelah Maghrib hukumnya haram
kecuali ada udzur. Tetapi hukum makruh dan haram itu hanya berlaku pada
tindak penundaanya. Kewajiban zakatnya sendiri tetap ada sampai tunai
dibayarkan. (Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah: I, 628 – 629).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar